3 Pola Asuh yang Menyebabkan Gangguan Perilaku Anak di Masa Depan

Rizki Adis Abeba | 9 Juli 2019 | 13:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Pola asuh anak tidak lepas dari hukum sebab-akibat. Perlakuan Anda terhadap anak saat ini, akan memberi pengaruh jangka panjang terhadap karakter dan kehidupan mereka di masa depan. Tidak bisa dimungkiri, beberapa gangguan perilaku dan psikologis berkaitan erat dengan pola asuh yang diterima seseorang semasa kecil. Hati-hati, pola asuh berikut ini tanpa disadari dapat memicu munculnya gangguan perilaku anak di masa mendatang, lo!

Membuat Anak Hidup di Zona Nyaman

Orang tua yang selalu mengawasi, mengatur, serta menentukan tindak-tanduk dan keputusan anak disebut tipe orang tua helikopter. Mereka tidak ingin melihat anak jatuh, gagal, dan kesulitan. Karenanya, mereka selalu siap sedia memberi bantuan, bahkan menghindarkan anak dari kegagalan. Pola asuh seperti ini membuat kehidupan anak sangat nyaman. Efek jangka panjangnya, si kecil terbiasa hidup di zona nyaman sehingga kaget ketika menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan.

Direktur dan Pendiri Pusat Pengobatan Masalah Perilaku di Rochester, New York, AS, Dr. Joel L. Young, MD., menjelaskan bahwa anak-anak dari orang tua helikopter cenderung mengalami gangguan perilaku seperti kecemasan yang tinggi, mudah depresi, tidak bisa hidup mandiri, tidak mampu mengambil keputusan, dan cemas menghadapi perubahan.

“Pastinya sangat berat untuk mengirim anak Anda ke dunia yang tidak bersahabat dan mengetahui bahwa mereka mungkin mengalami kegagalan, menghadapi ejekan, dan kesulitan. Namun yakinlah, anak-anak harus berjuang untuk tumbuh dan belajar. Menyelamatkan anak Anda dari konsekuensi dan tantangan saat ini hanya akan membuat mereka menghadapi lebih banyak tantangan dalam perjalanan mereka,” Young mengingatkan.

Menuntut Kesempurnaan

Ada pula orang tua yang menerapkan disiplin sangat tinggi, fokus dalam mendorong anak meraih prestasi dan pencapaian tinggi di segala bidang. Mereka menuntut kesempurnaan, tidak bisa menerima kegagalan atau kekalahan anak, menjadi kritikus paling keras, dan senang membanding-bandingkan anak. Penelitian yang dimuat dalam Jurnal Kepribadian di Singapura menyebut, anak-anak yang dibesarkan dengan disiplin kaku cenderung tumbuh menjadi anak yang keras terhadap diri sendiri. Mereka tidak mudah puas dan memasang target yang sangat tinggi dalam hidup. Hal ini memicu munculnya rasa cemas berlebihan, stres, dan depresi di usia muda.

“Ketika orang tua terlalu ikut campur dan menuntut anak, ini sinyal bahwa apa yang anak-anak lakukan tidak pernah cukup baik. Hasilnya, anak selalu diliputi rasa khawatir bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Mereka akan menyalahkan diri sendiri karena tidak menjadi sempurna. Seiring waktu, perilaku yang dikenal dengan perfeksionisme akan merugikan anak karena meningkatkan risiko munculnya depresi, kecemasan, dan keinginan bunuh diri dalam kasus yang serius,” ulas Ryan Hong, pakar psikologi kepribadian dari Universitas Nasional Singapura.

Melempar Kesalahan pada Anak

Ada tipe orang tua yang kerap menumpahkan kekesalan pada anak. Jangankan mengekspresikan cinta dan sayang, mereka lebih sering meluapkan kekesalan pada anak ketika menghadapi masalah yang bahkan, tidak berkaitan dengan anak.

Membebani anak dengan perasaan bersalah dan selalu menumpahkan kekesalan pada anak membuat buah hati Anda berpikir merekalah sumber masalah. Mereka akan berkesimpulan bahwa dunia akan lebih baik jika tanpa kehadiran mereka. Anak-anak seperti ini, yang tidak pernah merasa dibutuhkan dan dicintai, mempunyai kecenderungan mencari pelarian ke hal-hal negatif seperti bergaul dengan lingkungan yang buruk, kecanduan rokok, alkohol, hingga obat-obatan terlarang.

Nigel Barber Ph.D, ahli biopsikologi dari Universitas City of New York, AS, menyimpulkan, “Masalah (ketergantungan) narkoba di kalangan remaja tidak terjadi dalam waktu semalam. Hal itu berkembang di tengah hubungan anak dan orang tua yang lemah. Oleh karena itu, menjaga kelekatan hubungan orang tua dan anak sangat berpengaruh dalam mencegah penyalahgunaan narkoba pada anak-anak mereka. Hal ini harus dipahami dan dianggap penting oleh para orang tua.”

(riz)

 

Penulis : Rizki Adis Abeba
Editor: Rizki Adis Abeba
Berita Terkait